• Selamat datang di Masjid Agung Syekh Quro Karawang Supported by MATEK | Mau Beriklan di Website Masjid Agung Karawang IKLAN
Thursday, 21 November 2024

Menyeru Diri, Metode Dakwahnya Nabi Ayub

Menyeru Diri, Metode Dakwahnya Nabi Ayub
Bagikan
--Advertisements--

Menyeru Diri, Metode Dakwahnya Nabi Ayub 1 Nabi AyubAPAKAH ada kisah Nabi Ayub menyeru kepada kaumnya? Tapi lebih banyak berkutat pada persoalan atau ujian pribadinya. Kehilangan keluarganya, kekayaannya dan kesehatannya. Dari sekian banyak ujian, mengapa yang sering diungkap dalam Al-Qur’an hanya kesehatannya saja?

Saat dihempas persoalan kesehatan, mengapa yang banyak dibahas bukan liku-liku mencari obat-obatan fisik? Namun, mengapa di era sekarang, saat sakit justru yang diributkan tentang pengobatan fisik kimiawi, herbal dan alternatif? Seolah-olah saat fisik sakit yang diobati hanya fisiknya saja.

Pada saat sakit, mengapa Allah menghiburnya dengan pemberian pahala, dihapuskannya kesalahan dan dosa, dan diganti dengan pembalasan yang lebih baik lagi? Semuanya berkaitan dengan jiwa bukan fisik.

Dakwah itu bukan sekadar menyeru orang lain, tetapi juga tentang menyeru diri sandiri. Bermuhasabah, meneguhkan janji diri kepada Allah, menasihati diri, berbincang dengan diri, bertafakur dan bertadabur merupakan dakwah kepada diri sendiri. Dakwah kepada diri pada setiap helaan nafas, karena bisikan nafsu dan syetan terus mengepung setiap saat dari semua penjuru dan panca indra.

Bagaimana cara diri mengelola diri dan kehidupan? Bagaimana cara diri mengelola ujian? Merupakan dakwah kepada orang lain juga. Bukankah cara Nabi Ayub mengelola ujian dari Allah menjadi petunjuk bagi generasi berikutnya? Biografi, otobiografi, kisah hidup seseorang akan menjadi panutan generasi berikutnya. Ini pun sebuah gerakan dakwah juga.

BACA JUGA:  Nabi Ibrahim dan Ilmu Astronomi

Hilangnya keluarga dan kekayaan tak ada kaitannya dengan dirinya, sebab mereka hanya titipan. Bukankah saat dilahirkan dan mati sendirian? Bukankah saat mempertanggungjawabkan hidup dihadapan Allah pun sendirian pula? Namun bila kesehatan yang hilang, maka ada satu yang hilang.

Saat sakit, sebenarnya jiwanya yang sakit. Obatnya hanyalah bersabar, bertawakal dan menyerahkan diri total kepada Allah. Bila terus melawan, sakitnya akan semakin parah, segala obat fisik akan tertolak. Sedangkan pencarian obat fisik merupakan fitrah dasar manusia yang tidak perlu diajarkan. Seperti kucing yang mencari rerumputan di saat sakit walaupun tak ada yang mengajarkan. Oleh sebab itulah, kisah Nabi Ayub lebih banyak mengajarkan pengelolaan jiwa saat menghadapi sakit, sebab inilah substansinya manusia. []

Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: [email protected], dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.

Source link

--Advertisements--
SebelumnyaRif’i Bin Hirasy Bin Jahsy Al-Ghathfani, Baru Tersenyum Setelah Meninggal DuniaSesudahnyaAdakah Doa Setelah Membaca Al-Quran?
No Comments

Tulis komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Luas Bangunan2230
Tahun Berdiri838 H / 1418 M