Hukum Menolak Ajakan Suami Untuk Jima, Bolehkah?
SETELAH akad nikah terucap, maka suami dan istri saling menikmati kesenangan yang dihalalkan. Sepanjang tidak ada uzur syar’i, memenuhi ajakan suami dalam urusan biologis alias jima adalah kewajiban. Nabi ﷺbersabda,
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت فبات غضبان عليها لعنتها الملائكة حتى تصبح
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke ranjang, lalu istri enggan memenuhinya, malaikat akan melaknatnya hingga waktu Subuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).
BACA JUGA: Haruskah Suami Istri Tutupi Tubuh saat Jima?
Sesungguhnya penetapan hukum pengharaman istri yang menolak ajakan suami adalah sebuah tatanan yang membantu terwujudnya makna dari hubungan suami istri. Dengan harapan agar seorang suami lebih dapat menundukkan pandangan, juga menjaga kemaluan / kehormatan (Dr. Fadhl Ilahi, 2005).
Karena kesenangan seksual (jima) Allah berikan kepada laki-laki dan perempuan, maka seorang suami juga harus memenuhi hasrat sang istri. Imam An-Nawawi berkata,
وإذا كان هذا في حق الزوج على الزوجة فكذلك ينبغي للزوج إذا رأى من أهله أنهم يريدون التمتع فإنه ينبغي أن يجيبهم
“Sebagaimana hak suami atas istri, begitu pula suami, apabila ia melihat istrinya menginginkan istimta’ (bersenang-senang/berjima’) maka ia harus memenuhinya.”
BACA JUGA: Ukuran Perbuatan Suami Istri Dinamakan Jima
Ketika mengomentari hadits di atas, Imam Nawawi berkata, “Ini adalah dalil haramnya istri enggan mendatangi ranjang jika tidak ada uzur. Termasuk haid bukanlah uzur karena suami masih bisa menikmati istri di atas kemaluannya” (Syarah Shahih Muslim).
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi (2005) berpandangan, jika istri ada halangan, seperti sakit atau kelelahan, maka itu termasuk uzur dan suami harus memaklumi hal ini.
Allahu’alam Bishowwab. []
Pemateri: Ustadz Cahyadi Takariawan